Menjadi yang terbaik merupakan amanah yang harus dilakukan dalam hidup dan kehidupan seorang manusia karena kita dilahirkan memang untuk jadi yang terbaik oleh Allah SWT yakni sebagai kalifah di muka bumi ini serta paling sempurna dari sekian banyak makluk ciptaan Allah. Maka Jadilah yang terbaik.......YES...

Sabtu, 24 Desember 2011

GOBAH, SURAU, PALANTA DAN MESJID


            Dari pengamatan langsung pada lokasi lokasi pertumbuhan agama Islam di Minangkabau, selalu mesjid itu dikitari oleh suatu komplek, dimana disana ada makam ulama yang terkenal dan makam itu didalam sebuah banguanan, dan ini disebut mereka “gobah” dan sekitar gobah kita melihat bangunan seperti masjid kecil tidak punya podium dan mereka menamakan ini surau, disekitar itu juga ada bangunan seperti rumah biasa dengan tempat duduk melingkar, dan mereka beri nama palanta, lalu kemudian ditengah tengah bangunan yang tinggi ini terdapat bangunan masjid.
            Dari pertanyaan yang kita ajukan kepada masyarakat sehubungan dengan gobah, surau, palanta, dan masjid itu, mereka memberikan jawaban: kok mangaji hakikat di gobah, kok mangaji tharikat (tasauf) di surau, mangaji makfifat dipalanta, dan mangaji syari’at di musajik.
            Sehingga apabila kita menanyakan tentang maksud dari “adat basandi syarak”, jawabnya adalah “budi basandi hakekat”, aka basandi tharikat, mungkin jo patuik basandi makrifat, mungkin jo patuik basandi makrifat, ulemo basandi syari’at.
            Tentang syarak basandi kitabullah, tentunya semua sebutam sebutan tadi seperti hakekat, tharikat, makrifat dan syari’at terdapat dalam makna dan maksud firman Allah S.W.T. Didalam Al-quran dan juga diperkuat oleh sunnah Rasulullah S.A.W.
            Maka konsekuensi dari keterpaduan nilai dasar adapt dan nilai dasar Islami inilah yang menyebabkan setiap “pasukan itu memiliki Penghulu, Manti, Tuanku (Mualim) dan Dubalang, yang terkait dengan Imam, katik, kadi, dan Bilal. Maka setiap pasukuan pun memiliki pandam (gobah) dan surau.
            Gabungan inilah yang menyebabkan disebuah nagari itu terdapat sebuah kompleks “pendidikan Islami yang terdiri dari gobah, surau, palanta dan mesjid”. Hal ini dapat kita lihat di Canduang, parabek, padang Jopang, Ampang Gadang dan banyak lagi ditempat lain diMinang kabau ini yang melahirkan ulama ulama besar yang berskala nasional dan Internasional.
            Kalau kita meneliti munculnya istilah Tuanku dalam suatu pasukuan, dan apabila dikaitkan dengan pertumbuhan ulama Islam, ternyata ulama yang tumbuh akibat jabatan adapt itulah yang berakar, hal ini dapat kita lihat misalnya inyiak canduang yang jabatan adatnya adalah Tuanku Mudo Sikumbang, Inyiak parabek sebagai Tuanku Tuo jambak.
            Hal ini beralasan karena setiap penghulu harus sekurangnya dimiliki seorang Tuanku, dan nama surau dalam suku itupun disebut sesuai dengan nama tuanku itu. Sebagai contoh seorang penghulu Datuak sori marajo, manti nyo adalah Datuak majo Lelo dan dubalangnya adalah lati Sori, dan tuanku adalah Tuanku adalah Tuanku nan Elok, suraunya punbergelar surau tuanku nan elok.
            Bagaiamana pula kaitan jabatan syarak itu dengan jabatan adapt. Didalam jabatan adat dalam sebuah suku yaitu penghulu, manti, mualim dan dubalang. Maka penghulu itu adalah imam dan manti itu adalah katik, sementara mualim itu adalah tuanku kadi, sementara dubalang itu adalah bilal.
            Begitu juga dalam jabatan adat disuatu nagari, misalnya dalam suatu nagari yang sistim adatnya adalah lareh nan gadang atau yang biasanya disebut dengan adapt koto Piliang. Dimana struktur penghulunya terdiri dari kaampek suku, tuo kampuang dan Andiko.
            Yang disebut dengan kaampek suku adalah penghulu yang kebesarannya adat secara sako, mempunyai tuanku, Mualim dan dubalang, kemudian juga secara pusako mempunyai ulayat yang luas atau disebut dalam bahasa Minangkabau “baharato tagak”, katakanlah sebutannya seperti kaampek suku chaniago, kaampek suku pitopang (sebagaimana kita sebutkan dalam urutan suku terdahulu). Masing masing kaampek suku dalam suatu nagari kaampek suku sembilan jabatannya adalah pasak kunci, kaampek suku caniago, kaampek suku pitopang (sebagaimana kita sebutkan dalam urutan suku terdahulu). Masing masing kaampek suku dalam suatu nagari memiliki jabatan yang berbeda beda, misalnya dalam suatu nagari kaampek suku sambilan jabatannya adalah pasak kunci, kaampek suku pitopang adalah pasak kungkuang , kaampek suku caniago adalah peti bunian, kaampek suku melayu adalah pasak jalujua.
            Fungsi fungsi adat tersebut menentukan dalam musyawarah adat, seperti pasak kunci adalah memimpin rapat, peti bunian menyimpan keputusan rapat, pasak kungkuang adalah untuak menjaga aturan adapt yang disebut dengan adat nan teradat. Pasak jalujua adalah untuk menjelaskan setiap hasil musyawarah kepada anak kemanakan.
            Biasanya Nalai Adat itu terdapat dalam ulayat dari pasak kunci  itu dalam nagari yang sistim adatnya koto piliang (lareh nan gadang), tentu berbeda pula pada lareh nan panjang, lareh nan bunta dan pisang sikalek kalek hutan, pisang timbatu nan bagatah, koto piliang inyo antah, bodi caniago inyo bukan.
            Jabatan adat pasak kunci dalam adapt maka di mesjid Nagari dia menjadi Imam mesjid, peti bunian Adat maka di mesjid berfungsi sebagai katik, pasak kungkuang adapt maka di mesjid menjadi ahli syari’at, sementara pasak jalujua dalam adapt maka fungsi dalam mesjis nagari adalah Bilal Nagari.
            Dengan demikian kalau jabatannya dibalai adat pasak kunci, maka di mesjid dia berfungsi sebagai imam, kalau jabatan adatnya dibalai peti bunian maka di mesjid jabatannya adalah katik, pasak kungkuang dibalai maka di mesjid jabatannya Bilal. Sekaligus dengan demikian ada kaitan fungsi adat dan syarak antara balai dan mesjid. Begitu juga kaum atau suku suku dari jabatan tadi berfungsi dalam memelihara balai adapt dan mesjid. Itulah sebabnya disebuah nagaritanggung jawab mesjis itu dalam memelihara dan membangunnya selalu terkait dengan fungsi adat dan lembaga syarak yang disebut dengan jinih nan ampek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar