Sehubungan dengan penjelasan kita diatas tadi, akan dapatlah dipahami bahwa “Adat basandi syarak”, adalah bagaimana hubungan nilai adat dengan nilai syarak yang diajarkan oleh agama islam.
Menurut adagium
adat Minangkabau, “penghulu nan babudi, manti nan baraka, dubalang nan tau
mungkin dan patut, mualim nan tau” didapatlah kesimpulan ada 4 nilai dasar
adapt Minangkabau itu yaitu: Budi (effektif Domani), akal (kecerdasan sosial),
mungkin dan patut, dan ilmu (pengetahuan). Jadi manusia yang beradat itu adalah
manusia yang berbudi, berakal, mengenali mungkin dan patut (rasional dan
empiric), serta berilmu pengetahuan. Hal ini sudah dianut masyarakat Minangkabau sejak kedatangannya di pualu
perca ini, yang Goethe penulis sejarah Asia
tenggara, pada abad ke tiga Masehi bernama pulau sebadiou.
Bermacam macam agam
yang sudah mempengaruhi masyarakat Minangkabau ini sejak 500 tahun sebelum
masehi, sebutlah agama majusi, hindu, Budha. Semuanya itu menyebabkan
masyarakat Minangkabau secara terpaksa menerima. Berbeda dengan Islam yang telah lahir pada
abad keenam, abad ketujuh telah berkembang kedaratan asia
(shanghai), dan malah kekuasan bani umayah telah berkembang sampai muaro sabag.
Dan seterusnya melalui sungai kampar telah memasuki pedalaman Minangkabau timur
pada waktu itu telah sampai ke kuntu sekaligus mendirikan kerajaan islam syi’ah
“kuntu darusallam”. Islam mengajar syarak nan ampek yaitu hakekat, tarikat ,
makrifat dan syari’at. Diperkenankan pula sahabat rasulullah nan ampek yaitu
abubakar, umar, Usaman dan Ali.
Menurut cerita
cerita kuno kuntu akhirnya ditakluklan oleh raja raja India yang beragama budha, akan
tetapi aliran Islam Syi’ah mengungsi ke Taram Kabupaten Limapuluh Kota. Konon
kabarnya di Taramlah diperkenalkan hubungan adapt nan ampek denga syarak nan
ampek yaitu bagaimana budi basandi hakekat, bagaimana aka basandi tarekat dan
bagaimanapula mungkin dan patut basandi makrifat, dan terakhir bagaimanapula
ilmu basandi syariat (ayat ayat Alqur’an). Dari kenyataan ini maka kaum adapt
menerimanya dengan bahasa adat “kok syarak mangato mako adat alah mamakai”, dan
akirnya disingkat “syarak mangato adapt mamakai, dan adat basandi jo syarak”
Selanjutnya
bagaimana unsure unsure syarak tadi dijelaskan dalam kitabullah inilah yang
dimaksudoleg para ulama sayarak basandi kitabullah. Mulai pada abad ketujuh itu
pulalah semua mantra mantra dukun diberi ujung berkat bagindo Rasullah. Sebagai
contoh kita pernah diajari oleh orang tua kita dikampungsuatu ilmu batin untuk
masuk kerimba supaya binatang buas seperti harimah menjauh dari kita bunyinya
seperti ini: “tarajati rajata, yafarati, yasai sati waiza wa jahak, barak
baginda rasulullah (doa manyoga harimau)
Banyak lagi hal hal
seperti itu yang diwariskan oleh orang tua kita kepada anak cucunya. Begitulah
caranya Islam dianut oleh masyarakat kita pada saat Islam mulai dianut oleh
masyarakat Minangkabau. Maka kita berkesimpulan, bahwa Islamlah agama yang
dapat memperkokoh adapt Minangkabau itu. Berarti bukan agama yang lain, setelah
dilihat dari perkembangan agama agama yang pernah dianut oleh masyarakat
Minangkabau tempo dulu atau zaman lampau. Jadi dengan demikian makna dari adat
basandi syarak adalah Islamlah agama yang memperkokoh adapt Minangkabau, dengan
arti lain, adatnya bersumber dari cirri alam dan agama islamnya.
Islam masuk ke
Minangkabau memang secara persuasive, oleh karena Islam itu memang
diberi baju oleh budaya penganutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar