ALIS DENGAN TRIPLE TRACK STRATEGY
Tepatnya pada tanggal 11 Maret 2012 ,
genap sudah 1tahun
467 hari kepemimpinan dr. Alis
Marajo dan Drs. Asyirwan Yunus memegang pucuk pimpinan Kabupaten Lima Puluh
Kota. Banyak harapan yang tertumpah kepada pasangan “AA” yang dilantik pada 11
November 2010 lalu itu. Slogan “Manyudai Nan Tabangkalai”
menjadikan pasangan “AA” di percaya memimpin Luak Limo Puluh Kota periode 2010
– 2015. Dalam rentang 1 tahun lebih
kepemimpinannya sudah banyak kebijakan yang dilahirkannya, mulai membuat
regulasi center di Kantor Bupati Lima Puluh Kota sampai dengan triple track
strategy atau dengan istilah K3, yang sering diucapkan pasangan ini. Dalam
menjalankan program dan kegiatan harus ada legalitasnya. “Jika suatu kegiatan
yang dijalankan tidak memiliki legalitas, maka kegiatan itu fiktif ”, kata Alis
Marajo dalam beberapa kesempatan.
Sampai saat ini sedikitnya sudah 17 Peraturan Daerah dan 75 Peraturan Bupati yang sudah
ditelorkan dan diimplementasikannya , sebut saja “Gerbang Gor” (gerakan
pembangunan gotoh royong) yang sudah dijalankan dibeberapa nagari yang
dilegalkan dengan Peraturan Bupati Nomor 01 Tahun 2011 yang dicanangkan di Nagari Baruah Gunung Kecamatan Bukit
Barisan pada tanggal 19 februari 2011 lalu. Dari kegiatan gerbang gor yang
digelar masyarakat tersebut memang dibanjir oleh masyarakat dengan melibatkan
PNS Lima Puluh Kota. Ini adalah salah satu indikasi dari kebersamaan dalam
mewujudkan visi daerah. Untuk memback up kegiatan Gerbang Gor ini, juga sudah
dianggarkan sebesar Rp. 50 juta per nagari didalam APBD.
Triple Track Strategy
Dalam membuat suatu kebijakan,
Alis/Asyirwan mengakomodasi dari kebersamaan karena dengan kebersamaan akan
terwujud kemakmuran dan dengan kemakmuran akan tercapai kesejahteraan. Hal
inilah yang tertuang dalam visi yang disampaikan Pasangan ini, dimana terdapat
3 unsur penting didalamnya yang disebut dengan K3 yaitu, kebersamaan, kemakmuran dan
kesejahteraan.
Untuk pengembangan ekonomi masyarakat Lima Puluh Kota,
juga dipacu pengembangan kota kota baru yang menjadi pusat ekonomi kedepan
yaitu, Kota Sarilamak, Kota Mungka dan Kota Pangkalan Koto Baru (Kota
S.M.P) sebagai sentra yang akan mewarnai pergerakan ekonomi anak nagari
yang berada pada 79 nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Sarilamak adalah ibukota Kabupaten Lima
Puluh Kota, dimana Kota Sarilamak yang terdiri dari Nagari Lubuak Batingkok, Nagari Gurun, Nagari
Sarilamak, Nagari Tarantang dan Nagari Pilubang dengan luas keseluruhan sebesar
± 228,27 km², dengan topografi terletak pada ketinggian 500 – 1241 dpl
semangkin semarak karena telah menjadi kawasan Perkotaan Baru yang terletak di
dalam wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu merupakan bagian dari wilayah
Kecamatan Harau.
Dengan adanya Tata Ruang Kawasan Kota Sarilamak,
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Rencana Kota Sarilamak
sebagai Ibukota Kabupaten Lima Puluh Kota (Kebijakan Alis Marajo Tahun 2002 – red) telah
memincu perkembangan pada daerah perbatasan Kota Sarilamak, hal ini terlihat
dari mengeliatnya nagari yang berada
disebelah utara yaitu Nagari Harau dan Nagari Solok Bio-Bio dalam wilayah
Kecamatan Harau, begitu juga Nagari Koto
Tuo, Nagari Batu Balang, Nagari Bukik Limbuku di sebelah selatan
Sementara Mungka dan Simpang Kapuak akan
menjdi Kota disebelah barat dengan pusat pertumbuhannya berada pada Kecamatan
Mungka, sedangkan Pangkalan Koto Baru akan menjadi kota baru disebelah timur
karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Kampar Provinsi Riau
Semua kota kota baru seperti Sarilamak,
Mungka dan Pangkalan Koto Baru tersebut akan diiringi dengan pengembangan
sector budaya dan pariwisata. Ini terlihat dari inventarisasi obyek obyek
wisata terutama sejarah dan adat yang selalu mendapat perhatian serius dari
Alis Marajo dalam upaya mewujudkan “sister city” dengan Negeri Sembilan
Malaysia. Hal ini tinggal menindak lanjutinya lagi karena sudah dirintis Alis
Marajo sewaktu menjadi Bupati Lima Puluh Kota periode tahun 2000 – 2005 lalu.
Gunung Bonsu Resort
Obyek wisata yang menjadi impian Alis
Marajo adalah kawasan alam Gunung Bonsu Resort, karena dari kawasan alam ini
dapat terlihat lebih dari separohnya Kabupaten Lima Puluh Kota dengan berbagai
bukti sejarah tempo doeloe. Jika di layangkan pandangan jauh kedepan. Disebelah
barat, jika tak ditutup kabut tampak puncak Gunung Pasaman,. Gunung Mas didekat
Suliki sekitar 20 km dari kawasan Gunung Bonsu Resort. Diselatan terlihat
gunung Sago. Didepan mata terhampar sawah meliputi hampir separoh wilayah Lima
Puluh Kota. Mulai dari Kecamatan Suliki, Gunung Mas, Guguk, Mungka, Akabiluru, Payakumbuh,
sebagian Harau dan sebagian Kecamatan Lareh Sago Halaban dan Pangkalan.
Memandang kebawah, disela-sela lahan
pertanian anak Nagari Taeh Bukik atau sekitar 1 km dari areal perkemahan (juga
lokasi basafa) terhampar padang
rumput alam seluas 24 Ha yang disebut Panorama Bukit Topuang, kawasan ini
sangat cocok untuk lapangan golf yang siap menunggu para pegolf Nasional atau
internasional. Lapangan alam ini tak
perlu banyak di poles kecuali menyambung aliran listrik dan air bersih serta
beberapa bangunan peristirahatan.
Benteng Tuanku Nan Garang
Turun sekitar 1 km dari lapangan alam Bukit Topuang ini, ke Timur
ditemukan Benteng Tuangku Nan Garang ulama Tarikat Samaniah, pahlawan Islam
yang gigih melawan kehadiran VOC yang berusaha membangun gereja di
Simalanggang. Ulama yang masuk lewat batang Indra Giri terus ke Sungai Ombilin
dan Batang Sinamar ini lama bertahan di kaki Gunung Bonsu, Taeh Bukik 10 km
dari Sarilamak. Perang Tuanku Nan Garang melawan VOC tahun 1669, dicatat
Belanda dengan sebutan Simalanggang More banjir
darah di Simalanggang.
Dilokasi ini, akan dibangun
Monumen Benteng Tuanku Nan Garang dan Ahmad Tungga, yang peletakan batu
pertamanya dilakukan oleh Ahmad Hussaini bin Hamzah Tuangku Raja Besar Negeri Sembilan Malaysia pada tanggal 26
Februari 2011 lalu, yang dihadiri LKAAM Provinsi Sumatera Barat dan kepala SKPD
dilingkungan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota
Pembangunan benteng ini lebih
pada penguatan sejarah Tuanku Nan Garang dan Tuanku Ahmad Tungga yang dalam
kaitan sejarah pada suasana puncak peperangan Paderi meletus, dimana Norma dan Ahmad Tunggal menemui
temannya Tuanku Nan Garang, di Tigo Balai , Koto Tongah Lubuk Batingkok karena
disuruh oleh ayahanda Tuanku Ibrahim.
Kawasan Lubuak Batingkok, Tigo
Batur, sejak tahun 1500-an, apalagi setelah Malaka jatuh tangan Portugis,
menjadi tempat menampung hasil hutan untuk dibawa ke Malaka dan Kelang melalui
pecan lama di Siak. Tetapi setelah Siak ditaklukan oleh Johor maka pedagang-pedagang
Minangkabau membuat pangkalan dagangnya di hulu sungai Siak di Senapelan yang
disebut “ Pakan Baru “ yang menjadi cikal bakal kota Pekan Baru sekarang.
Sebelum naik ke lokasi Benteng Tuanku Nan Garang
ada batu sebesar 2 x 1 m berukuran busur panah yang disebut batu Borobono.
Beberapa meter didepannya ada batu Telapak Kaki Budha agama pertama yang masuk
sekitar abad ke 7 di lereng Gunung Bonsu. Dari sini Budha menyebar ke
Simalanggang, Guguak dan sekitarnya.
Lelah mengikuti jalan berliku di dinding
Gunung Bonsu kini sebagian besar jalan itu masih dalam pengerasan, pengunjung
bisa menenggak air nira yang banyak dihasilkan warga Pulutan dan Taeh Bukik
maupun Taeh Baruah. Atau berendam di kolam wisata aie sonsang (irigasi) dengan luas
kawasan 2 Ha dicelah bukit yang hanya 2 km di Utara lapangan alam bukit topuang.
Jika impian pasangan “AA” ini cepat
ditindak lanjuti, maka Kawasan wisata alam, Sejarah dan Olahraga Gunung Bonsu
nanti persis berada dipinggir luar kota Sarilamak, meski masih dalam tahap
pembangunan telah ramai dikunjungi. Maklum kabupaten Lima Puluh Kota dan
Payakumbuh khususnya dan Sumatera Barat pada umumnya, selama ini nyaris belum
memiliki objek wisata yang komplek seperti Gunung Bonsu. Apalagi Nagari Solok
Bio-Bio yang masih orisinil karena terlalu lama terisolir akan dijadikan
perkampungan Minang Kabau asli, beda dengan perkampungan Minang Kabau yang
direkayasa seperti di Kota Padang Panjang akan menjadi daya tarik tersendiri.
Tampaknya, objek wisata alam Lembah Harau atau Lubuk Bangku tentulah terasa
semakin bergairah.
Tak sulit dibayangkan, bagaimana peran
Gunung Bonsu atau katakanlah, Taeh Bukik dan Sarilamak bagi masa depan ekonomi
Lima Puluh Kota dan Sumatera Barat. Soalnya, Sarilamak yang bisa dijangkau dari
Pekanbaru dalam 3 jam berkat kelok sembilan tentulah setiap hari Sabtu dan
Minggu akan dibanjiri pengunjung. Maklum daerah Pekanbaru sekitarnya miskin
objek wisata baik danau, gunung apalagi udara sejuk.
Kawasan wisata Bukit Topuang sangat cocok
dijadikan Lapangan golf bagi kalangan atas para pejabat dan pengusaha karena selain
di Pekanbaru banyak berada di Batam, Singapura atau Malaka, Malaysia. Jika
mereka ingin bermain di arena yang sejuk, pengusaha dari Batam, Singapura,
Malaysia tentu tak perlu jauh-jauh ke Brastagi, 90 km arah Barat Daya Kota
Medan. Ke gunung Bonsu dapat dijangkau dengan pesawat terbang atau helikopter
selama 40 menit dari Pekanbaru atau sekitar 1 jam dari Batam, Singapura dan
Malaka.
Bandara Piobang
Semua itu membuka peluang bagi bandara
Piobang, yang hanya 8 km dari Gunung Bonsu. Artinya mimpi Alis Marajo yang saat
ini dipercayakan masyarakat memimpin Kabupaten Lima Puluh Kota untuk periode
kedua ini pernah menyebut akan menjadikan Bandara Perintis Piobang menjadi Bandara
Internasional Piobang jadi amat rasional, karena itu bukan pikiran menerawang.
Sebab, klasifikasi internasional sebuah bandara tak selamanya ditentukan
kualitas peralatan dan landasaan pacu tapi juga oleh tingkat kunjungan pesawat
asing.
Apalagi, bandara Piobang telah ada dan
pernah jadi bandara internasional. Bandara seluas 8 km2 itu dibangun
Belanda tahun 1920 untuk persiapan menghadapi perang Dunia II. Setelah Belanda
Kalah, Bandara Piobang dikuasai Jepang selama 3 tahun sampai dengan tahun 1945.
ketika Indonesia ditawari kemerdekaan oleh Jepang, Ir. Soekarno di undang ke
Saigon Vietnam yang sedang dikuasai Jepang. Soekarno terbang ke Saigon dari
Bandara Piobang itu. Usai memproklamirkan kemerdekaan, Wakil Presiden Mr. Mohd.
Hatta pada 1946 dari kampungnya Batu Hampar terbang ke Jakarta juga dari
Bandara Piobang.
Begitupun, semua yang diungkapkan diatas
akan jadi kenyataan jika pembangunan Sarilamak, Mungka dan Pangkalan Koto Baru sebagai
sentra ekonomi Lima Puluh Kota dapat ditata dengan baik dan berkelanjutan (sustainable) sehingga Sarilamak sebagai
ibukota Kabupaten Lima Puluh Kota akan lebih semarak lagi jika obyek wisata
Lembah Harau dan Objek Wisata Gunung Bonsu resort segera dikembangkan menyusul
Kelok Sembilan yang segera rampung pengerjaannya, maka jayalah Lima Puluh Kota
dengan triple track strategy (K3) nya yaitu Kebersamaan, kemakmuran
dan kesejahteraan.
Selanjutnya, tergantung bagaimana anggota DPRD
Lima Puluh Kota bersama jajaran eksekutif hasil racikan pasangan “AA” memahami
prospek yang terbuka didepan mata dalam menyusun APBD Lima Puluh Kota secara
bijaksana.
Penulis adalah Kabid Kepariwisataan Dinas
Budparpora Kab Lima Puluh kota dan Wartawan Madina.
HP. 081266557505