SEJARAH ALEK BAKAJANG DI NAGARI GUNUNG MALINTANG
Oleh
Ali Hasan, S.Sos
Menurut bahasa melayu kuno kajang berarti
perahu/sampan atau kajang juga berarti “memperbaharui” maka bakajang
berarti jalang manjalang untuk
silahturahmi yang dilaksanakan setelah hari idul fitri dengan tujuan meningkatkan
silahturahmi diantara anak kemenakan 4 suku yang dilaksanakan melalui acara
alek bakajang di Sungai Batang Mahat.
Plaksanaan acara “alek bakajang” yang dilaksanakan
sampai sekarang, merupakan warisan nenek
moyang orang Gunuang Malintang, diawal
pertama kali memasuki daerah ini dengan cara “Dulu kala” menjalang, menjanguak
dengan sarana sampan kajang (perahu yang dihiasi) dari Istano Dt Bandaro, Istano Dt
sati, Istano Dt Panduko Rajo, Istano Dt Gindo Simarajo dan Istano Alim Ulama jo
Pemerintah Nagari (dari jorong
yang satu ke jorong yang lain melalui sungai Batang Mahat dan menbawa satu
carano dan lengkap dengan isinya dimasa itu, karena dulu belum adanya jalan
raya seperti sekarang ini dan sebagian besar wilayah ini baru hutan rimba.
Batang Mahat merupakan sebuah sungai yang sangat
besar mamfaatnya bagi masyarakat mulai dari Nagari Mahat sampai kedaeraah
Kampar , salah satu daerah yang dilaluinya adalah Nagari Gunung Malintang yang dimamfaatkan
untuk bakajang karena pada zaman dahulu belum ada jalan raya sebagai penghubung
satu daerah dengan daerah lain. Maka Sungai Batang Mahat inilah sebagai sarana
untuk mempersatukan suatu suku, satu golongan, satu kemenakan dengan kemenakan
lainnya sebagai mana yang telah diwarisi oleh anak nagari Gunung malintang
sampai saat ini dengan nama “Alek Bakajang yang dimulai pada hari ke 4 (empat)
di bulan Syawal (hari raya ke 4) selama 5 (lima ) hari secara berturut turut
yang dilaksanakan pada
1.
Istanao Dt
Bandaro di Jorong Koto Lamo
2.
Istano Dt
Sati di Jorong Batu Balah
3.
Istano Dt
Paduko Rajo di Jorong Baliak Bukik/Jorong Boncah Lumpur
4.
Istano Dt
Gindo Simarajo di Jorong Kto Mesjid
5.
Istano
Pemerintahan Nagari, alim ulama dan Pemuda di Jorong Baliak Bukik/Jorong Boncah Lumpur.
Sedangkan maksud
diadakannya alek bakajang yaitu meningkatkan silahturahmi antara anak nagari,
ninik mamak, alim ulama dan Pemerintah, dengan tujuan mempererat persatuan,
melestarikan adat budaya nagari, membangkitkan kreatifitas pemuda nagari, dan
sarana menyampaikan informasi adat istiadat, agama, peraturan nagari dan
informasi pemerintah serta menambah pendapatan masyarakat.
Peserta dan pelaku alek bakajang adalah pemuda, ninik
mamak, alim ulama,Pemerintahan Nagari,Tokoh masyarakat,PKK dan Bundo kanduang,
perantau dan donatur serta masyarakat Nagari Gunung Malintang. Awal mulanya
pelaksanakan bakajang, dimulai dari
kedatangan Dt Bandaro, Dt Sati, Dt Paduko Rajo dan Dt Gindo Simarajo, dengan
sejarah kedatangan sebagai berikut :
I.
KEDATANGAN DT
BANDARO
Datang nyo Dt Bandaro ke Nagari Gunung Malintang
yang bermula berasal dari Muaro Takus,
sekarang dalam daerah Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan melalui/mendaki
bukit batu Lampasan terus melalui bukit Takuak melewati bukit Godang, terus ke
Batu Jonjang menuruni Lubuak Buntong, mendaki ka pa ontian Sompuik, menuruni
batu Baiduang terus ka Surau Godang, kemudian terus berjalan melalui Sungai
Lowan, sesampai disana rombongan DT Bandaro bermalam dan menetap, maka
didirikanlah sebuah Koto pada masa itu dengan nama Koto Muaro Lowan.
Musim berjalan tahun berganti, berkembang jua anak
kemenakan Dt Bandaro, kemudian ingin mencari daerah baru untuk ditempati, maka
berbagilah rombongan tadi menjadi 2 bagian, pertama pergi menelusuri kehilir
Batang Maek sampailah di Nagari Pangkalan, sekarang dibawah kepemimpinan Dt Majo
serta berkembang biak dan membentuk sebuah nagari.
Rombongan ke dua berjalan menelusuri Sungai Batang mahat
dibawah kepemimpinan Dt Bandaro, maka dibuatlah sebuah perahu yang diberi nama
dimasa itu dengan sebutan Perahu Kajang, dengan menaiki Kajang maka terus di
daki Sungai Batang Mahat tersebut hingga akhirnya rombongan Dt Bandaro tadi
bermalam serta membuat sebuah pemukiman yang disebut dengan Koto Lamo.
Setelah menetap beberapa lama disana, maka tatkala
ada keperluan di Sungai Batang mahat, maka tampaklah oleh seorang rombongan Dt
Bandaro tadi kayu penarahan hanyut serta asap api yang membubung ke atas di
daerah Mudiak, maka timbullah perasaan didalam hatibahwa mungkin ada orang lain
yang menetap di mudiak kita ini. Untuk memastikan bahwa ada orang dimudiak,
maka rombongan tadi melanjutkan kembali menelurusuri aliran Sungai Batang Maek.
Tatkala setibanya di sebuah anak sungai, kiranya ada orang di mudiak tadi
adalah rombongan Datuak Sati yang datang dari daerah Maek, maka diberilah nama
tempat bertemu kedua rombongan tadi (Rombongan Dt Bandaro dengan Dt Sati)
dengan Nama Sungai Sonsongan silsilah
nama DT BENDERA karena rombongan i ni selalu membawa bendera/menara, tetapi
karena perubahan kata serta zaman, agar enak didengar maka nama DT BENDERA tadi
dirobah pengucapannya menjadi Dt Bandaro sekarang.
II.
KEDATANGAN DT
SATI.
Dt Sati sekarang
ini yang mendiami Gunung Malintang, mulanya berasal dari Nagari Mahat yang mana
Dt Sati ini 3 orang bersaudara, stu bernama Dt Sati< kedua Dt Gompo, dan
yang ketiga bernama Sutan Parimpunan.
Pada masa dahulu datalah tamu tak diundang berkunjung kerumah Dt . disangka
orang baik baik kiranya orang yang ingin merampok, karena ingin menyelamatkan
harta berharganya , maka mereka lari berpencar, yang satu lari ke Sopan Tana,
yang satu lagi lari ke Lubuak Awuang, dan yang satu lagi menyelamatkan diri
dengan mengaliri Sungai Batang Mahat.
Yang lari
menyelamatkan diri dengan mengaliri sungai batang nahat inilah yang bergelar Dt
Sati, konon kabarnya Dt Sati tadi lari dengan membawa emas dan perak yang
dimasukan kedalam bambu yang dipotong kemudian ditutup ujung pangkalnya yang
diberi nama dengan sebutan “PIYAN” ,
tatkala terus mengaliri Sungai Batang Mahat tadi sampailah disebuah tempat yang
bernama Ayieh Luluih dan terus lari menyelamatkan Piyanto, terbukalah sumbatnya
maka dilihatlah isi dari piyan tadi ternyata emas yang ada didalam piyan lah
lenyap, la hilang, la luluih masuk ke sungai Batang Mahat.
Kemudian rombongan
Dt Sati tadi terus berjalan dan mengaliri sungai batang mahat, tibalah disuatu
tempat dan menetap, diberilah nama tempat tersebut dengan nama KOTO PATAMUAN
(pertemuan sungai batang mahat dengan sungai batang nenan).
Lama kelamaan anak
kemanakan Dt Sati berkembang, maka dicarilah daerah baru dengan berjalan mengaliri
sungai batang mahat, dan terlihat sebuah ngalau yang indah serta bermalam di
sana, maka ngalau tersebut diberi nama Batu Kajang karena menyerupai sebuah
Kajang/perahu.
III.
DT PADUKO
RAJO
Kedatangan Dt Paduko Rajo ke Gunung Malintang
bermula dari Rao Pasaman yang melanjutkan perjalanannya ke daerah Mungka dan
berkembang pula di daerah ini dan terus berjalan menelusuri Bukit barisan (Bukit Gadih) dan terus
berjalan maka sampailah di daerah yang dinamai Pisang Karok dan terus mencari
daerah baru untuk dijadikan pemukiman, maka terlihatlah dibawahnya tanah yang
bagus untuk dijadikan perkampungan maka diberilah nama dengan KOTO BALIK BUKIT
(karena letaknya persis dibawah dan dibaliak sebuah bukit).
IV.
DT GINDO
SIMARAJO
Kedatangan Dt Gindo Simarajo “ Datuak ini berasal
dari daerah jambi melalui sungai batang hari dan terus memasuki batang kampar
dan terus menelusuri sungai batang
mahat, sampailah mereka di daerah ini yaitu di Jorong Koto Mesjid. Sesampainya
dijorong koto mesjid, rombongan Dt ini permisi masuk dan mendiami daerah ini.
Dan beranglah Dt Paduko rajo ke rombongan Dt Gindo Simarajo tadi dan dirusak
lah kajang (sampan) dari Dt Gindo Simarajo dan kemudian diadakan
penyelesaiannya.
Maka Dt Paduko rajo dikenakan sangsi atau hutang
oleh Dt Gindo Simarajo “ hutang di bayie, salah ba timbang”. Lama kelamaan
rombongan Dt Gindo Simarajo tadi dijadikan dunsanak oleh Dt Paduko Rajo.
Itulah riwayat mengenai kedatangan awal Datuak nan Ampek di tanah Nagari Gunung
Malintang.