Menjadi yang terbaik merupakan amanah yang harus dilakukan dalam hidup dan kehidupan seorang manusia karena kita dilahirkan memang untuk jadi yang terbaik oleh Allah SWT yakni sebagai kalifah di muka bumi ini serta paling sempurna dari sekian banyak makluk ciptaan Allah. Maka Jadilah yang terbaik.......YES...

Kamis, 25 Oktober 2012



A DAMHOERI : PENULIS NASIONAL DARI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
Oleh
Ali Hasan, S.Sos

Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki banyak putra daerah yang berhasil dalam berbagai bidang dan menorehkan berbagai penghargaan yang mengharumkan nama daerah. Dalam bidang sastra misalnya, seorang putra Nagari Batu Payuang telah melahirkan 124 buku dan 22 buku yang belum diterbitkan hingga ajalnya. Beliau adalah Ahmad Damhoeri, atau yang dikenal dengan nama A Dam, Bung Adam, pak Adam, atau A. Damhoeri Pengarang. Penulis kelahiran 31 Agustus 1915 ini merintis kariernya dari sekolah dasar. Damhoeri muda menyadari bahwa menulis bukanlah keturunan, namun buah dari kerja keras. Novel pertamanya, Mencari Jodoh, yang diterbitkan pada tahun 1935 oleh Balai Pustaka menuai sukses dan dicetak ulang beberapa kali. Kesuksesan di umur 20 tahun inilah yang terus merangsang Damhoeri untuk terus berkarya. Tidak hanya menulis novel, Damhoeri juga menulis berbagai cerita pendek, cerita anak, sajak, essai, buku ajar sekolah, serta Teka-Teki Silang (TTS) saat mengasuh rubrik Kesastraan di Majalah “Panji Pustaka”.
Damhoeri termasuk salah seorang pengarang tiga zaman, yaitu penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, dan zaman kemerdekaan. Pada zaman penjajahan Belanda, Damhoeri menggunakan nama samaran Aria Diningrat. Di zaman kependudukan Jepang, Damhoeri menetap di tanah kelahirannya. Perlakuan semena-mena penjajah kepada masyarat jajahan membuat tumpul inspirasi menulis Damhoeri, namun sekali-kali tulisannya masih muncul di Harian Sumatera Shibun Medan dan Harian Padang Nippon. Damhoeri juga turut bergerilya selama perang Kemerdekaan dan masa Agresi Belanda kedua di Payakumbuh Selatan. Awalnya beliau aktif dalam Barisan Penerangan Mobil Kewedangan Militer Payakumbuh Selatan, kemudian menjadi staf Wedana Militer Makinuddin HS. Pengalaman bergerilya tersebut direfleksikan Damhoeri dalam novel “Dari Gunung ke Gunung” yang diterbitkan oleh Penerbit Saiful Medan pada tahun 1950.

PENDIDIKAN DAMHOERI
Damhoeri mengawali pendidikannya di Sekolah Gobernemen Kelas Dua di Bangkinang. Pada saat itu, sekolah Gobernemen terkenal dengan nama Jongen Vervoischoll. Lama pendidikan di sekolah ini adalah dua tahun dan merupakan sekolah lanjutan dari Sekolah Rakyat (SR) yang lamanya tiga tahun. Setelah tamat dari sekolah Gobernemen pada tahun 1928, Damhoeri melanjutkan pendidikannya di Sekolah Normal yang berada di Padang Panjang. Damhoeri menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1943 dan memperoleh ijazah. Sekolah Normal menjadi akhir dari pendidikan formal Damhoeri, karena selanjutnya Damhoeri belajar berbagai bidang secara otodidak. Ijazah dari Sekolah Normal menjadi modal Damhoeri untuk berkarir sebagai guru. Tahun 1934, A. Damhoeri pun menjadi seorang guru.
Selain bekerja di bidang pendidikan, Damhoeri juga menggeluti bidang Kebudayaan dan pernah menjabat sebagai Kepala Inspeksi Kebudayaan di Sumatera. Di samping itu, beliau juga aktif di bidang Penerbitan. Damhoeri muda bukan berasal dari keluarga kaya, sehingga beliau bekerja keras untuk menafkahi keluarganya. Kehidupan Damhoeri membaik ketika beberapa karyanya dipesan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan sebagai Buku Inpres.
Karir menulis Damhoeri berawal dari Majalah Taman Kanak-Kanak Panji Pustaka pada 27 November 1931. Hingga tahun 1934, Damhoeri membantu majalah tersebut untuk memajukan dunia Kesusastraan. Tahun 1938 hingga 1939, Damhoeri menjabat sebagai Direksi di Majalah Dunia Pengalaman. Sibuk di bidang penerbitan, Damhoeri tetap melanjutkan karirnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan menjadi guru di Sekolah Desa pada tahun 1934 sampai dengan tahun 1936. Selanjutnya, pada tahun 1938 hingga 1940, Damhoeri menjadi pengajar di Sekolah Gemeente Medan. Kemudian hijrah ke HIS Medest Medan hingga tahun 1942.
Setahun kemudian, Damhoeri pulang ke tanah kelahirannya dan menjadi guru di Sekolah Sambungan Payakumbuh hingga tahun 1946. Karir Damhoeri menanjak dengan dipercayanya beliau menjadi Kepala Sekolah di Sitanang Payakumbuh pada tahun 1947. Sembilan tahun menjadi Kepala Sekolah, tahun 1956 Damhoeri memegang jabatan sebagai Kepala Seksi Kesenian Perwakilan Daerah Kebudayaan Sumatera Tengah di Bukittinggi. Selanjutnya Damhoeri menjadi Kepala Seksi Kesenian Inspeksi Daerah Kebudayaan Sumatera Barat untuk periode 1960-1963.  Jabatan berikutnya yang dipegang oleh Damhoeri adalah Kepala Inspeksi Kebudayaan Daerah I Kota Payakumbuh pada tahun 1964-1971. Damhoeri pun pernah menjadi Ketua Komite Nasional Batu Payung pada 1947 dan menjadi anggota Sidang Pengarang pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Bukittinggi pada tahun 1947.

KEHIDUPAN DAMHOERI
Semasa hidupnya, Damhoeri menikah sebanyak sembilan kali dan memiliki sembilan orang anak. Bakat menulis Damhoeri juga menurun kepada anak-anaknya, diantaranya Nursjirwan Damhoeri. Dari penghasilannya sebagai penulis dan PNS, Damhoeri menafkahi keluarganya dengan memiliki ladang kopi, mendirikan penggilingan padi, serta memiliki toko yang menjual berbagai alat kebutuhan rumah tangga. Damhoeri juga memperbaiki rumahnya hingga layak huni dan membangun ruang kerja untuknya yang juga dilengkapi dengan perpustakaan pribadi. Tak hanya berbuat untuk keluarganya, Damhoeri juga memberikan manfaat bagi lingkungannya dengan membangun unit penerangan listrik yang menggunakan dinamo 3 KW dan digerakkan oleh diesel. Mushalla, jalan, Mesjid, kantor desa, dan masyarakat di sekitarnya ikut menikmati listrik dari unit penerangan yang dibangun Damhoeri.
Damhoeri menghabiskan masa tuanya dengan bermain dengan cucu-cucunya. Damhoeri wafat pada 6 Oktober 2000 dalam usia 85 tahun. Beliau telah meninggalkan kebanggaan bagi keluarganya, orang-orang yang mengenalnya, masyarakat, dan daerah ini. Bupati Alis Marajo dalam sambutannya saat berziarah ke makam Damhoeri pada Peringatan Sumpah Pemuda tahun lalu berharap kaum muda Kabupaten Lima Puluh Kota berani tampil dan mengembangkan bakat menulisnya. “Menulis adalah berkah dan menjadi rahmat bagi sekitar kita”, pungkas Bupati.
Akan ada yang berbeda dalam ziarah Bupati ke makam Damhoeri tahun ini. Dalam rangkaian Peringatan Sumpah Pemuda ke 84 tanggal 28 Oktober nanti, Bupati sekaligus akan menyerahkan lukisan Damhoeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar